Oleh
Choirul Anam Khomeini
Kekuasaan negara yang terlalu besar menimbulkan ketakutan
terhadap kemungkinan penyalah gunaan kekuasaan tersebut. Di Eropa,keraguan
orang terhadap kekuasaan yang berlebihan ini muncul pada tahun 1517, ketika
Marthin Luther melakukan kritik terhadap kekuasaan gereja.
Luther
menuduh bahwa Gereja telah menyelenggarakan kekuasaannya untuk memperoleh
kekayaan dan kekuasaan duniawi. Ini adalah akibat dari kekuasaan yang tidak
terkontrol. Dalam waktu yang tidak terlalu lama,kritik Luther mendapatkan
sambutan. Kritik kritik yang dilontarkan ini kemudian menjadi makin meluas.
Sementara Luther sendiri kemudian mulai menyerang kedaulatan negara,yang erat
terkait dengan kekuasaan gereja. Dia mulai berbicara tentang hak warga untuk
berontak,dan menyatakan bahwa kaum kristen boleh membela diri terhadap
pemerintah yang sewenang wenang. Jika kaisar melanggar undang undang rakyat tak
usah mematuhinya lagi.
Pikiran
pikiran perlawanan ini kemudian dikembangkan oleh para pemikir yang kemudian
dikenal dengan nama "Monarchomacha", artinya kaum pembantah raja.
Kelompok yang berkembang pada akhir abad ke 16 ini,seperti halnya Luther,mula
mula mendasarkan dirinya pada kritik kritik yang memakai kaidah kaidah agama
kristen.
Pikiran
ini kemudian makin berkembang. Kaum Monarchomacha yang muncul belakangan tidak
lagi membatasi diri pada kaidah kaidah agama saja sebagai dasar
perlawanannya,tetapi mereka kemudian mulai bicara tentang hak hak rakyat.
Pertanyaan yang mereka ajukan sekarang adalah : Dapatkah warga melawan
rajanya,kalau raja tersebut melakukan penindasan terhadap rakyatnya? Dengan
pertanyaan ini dimulailah proses sekularisasi kekuasaan negara.
-Penulis adalah mantan Presiden DEMA UIN Walisongo Semarang.
Posting Komentar