Ilustrasi: Ketua Kwartir Nasional Pramuka Adhyaksa Dault dalam sebuah acara pramuka |
Penulis merupakan Dosen dan
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) STAINU
Temanggung
Gerakan pramuka
di Nusantara selama ini dipandang sebelah mata. Padahal, budaya disiplin bisa
dibangun, dikuatkan, dan dimajukan melalui pendidikan pramuka. Penguatan
gerakan pramuka menjadi salah satu solusi memajukan budaya disiplin bagi siswa-siswi
SD/MI bahkan pelajar SMA/SMK/MA.
Budaya pramuka
yang paling melekat adalah disiplin. Pramuka memiliki nilai-nilai, karakter,
dan corak disiplin yang bisa membangun generasi muda hidup teratur. Menghargai
waktu menjadi bentuk budaya konstruktif dan peduli masa depan sendiri dan
bangsa ini. Jika kita menghargai waktu, tentu akan mudah menggapai masa depan.
Kita harus
ingat pepatah Arab, “Al waqtu kas saif illam taqtha’hu qatha’aka” (waktu
ibarat pedang, jika kamu tidak memotongnya, niscaya pedang itu akan
memotongmu). Maka pelajar sebagai tunas-tunas penerus bangsa sangat “haram” memelihara
“mental pemalas”. Apakah hanya pelajar? Tentu tidak. Guru, dosen, dan semua
kalangan harus membuang mental malas.
Mental Molor
dan Pemalas
Budaya
disiplin di dunia pendidikan menjadi harga mati. Mengapa? Salah satu penyebab
bangsa ini masih berkembang karena tidak menggerakkan kedisiplinan. Dari acara
tingkat RT sampai tingkat pemerintahan, budaya molor laiknya jam karet dianggap
sudah biasa. Ada undangan pukul 07.00 WIB, sangat wajar dan dianggap “biasa”
ketika datang pukul 08.30 WIB. Ironis!
Mental molor
dan pemalas harus direvolusi. Sebab, waktu tidak sekadar uang, melainkan
kesempatan dan bagai emas. Lewat satu detik, semua kesempatan mendapat ilmu,
karir, dan masa depan bisa hilang. Jika budaya di lembaga pendidikan masih ada
yang molor tentu ironis. Padahal, di era milenial yang semua perkembangan
begitu cepat bergerak ini sangat lucu jika kita santai-santai.
Mental molor
dan pemalas adalah musuh bersama dan harus dilawan. Kita bisa melihat fakta
pada kaum guru terutama yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbagi
atas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK) yang masih malas serta molor.
Tahun 2017, Badan
Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) Menpan dan RB memecat 31 ASN. Mereka dipecat
karena terbukti bolos kerja 46 hari bahkan lebih. Dari 35 orang yang disidang, 31 ASN secara resmi diberhentikan. BAPEK atau Badan Kepegawaian
Negara (BKN) menindak ASN yang memang pemalas, karena membolos lebih dari 20
hari.
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, mereka dipecat karena
pelanggaran disiplin berat. Persoalan kedisiplinan para ASN itu menjadi potret
bangsa ini tidak menghargai waktu dan menganggap sepele budaya disiplin.
Tidak hanya ASN yang tertangkap, namun budaya kita diakui atau tidak masih
“compang-camping” ketika ada rapat, seminar, pelatihan, bahkan saat pergi sekolah.
Anak-anak, pelajar, guru, pegawai swasta, buruh, hakim, akan kacau masa
depannya jika masih membudayakan molor dan tidak mengutamakan kedisiplinan.
Budaya
Disiplin
Lembaga pendidikan
harus mencari formula bernas untuk merevolusi mental malas menjadi disiplin.
Penguatan pendidikan pramuka di lembaga pendidikan untuk menguatkan kedisiplinan
sangat mendukung penanaman pendidikan karakter dalam rangka menyukseskan Instruksi
Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental.
Hal itu tentu
menjadi cita-cita bersama dan pendidikan pramuka sangat strategis
menyukseskannya. Mengapa? Dalam pramuka ada tiga ruh untuk memajukan budaya
disiplin, yaitu Prinsip Dasar Kepramukaan, Tri Satya Pramuka, dan Dasa Dharma
Pramuka. Jika ketiga ruh itu ditanamkan pada pemuda kita, maka budaya disiplin
bukan menjadi mimpi.
Pembangunan mental
disiplin melalui Prinsip Dasar Kepramukaan sangatlah tepat. Di dalamnya, ada
nilai keimanan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa, peduli terhadap bangsa
dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya, terhadap diri pribadinya dan taat
kepada kode kehormatan pramuka.
Nilai-nilai disiplin
pramuka juga dibentuk lewat asupan karakter dari Tri Satya Pramuka. Pertama, demi
kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-sungguh. Kedua, menjalankan kewajibanku
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
mengamalkan Pancasila. Ketiga, menolong sesama hidup dan mempersiapkan diri
membangun masyarakat. Keempat, menepati Dasa Dharma.
Kemudian, Dasa
Dharma Pramuka juga harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari karena
nilai-nilainya sangat agung. Pertama, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, cinta
alam dan kasih sayang sesama manusia. Ketiga, patriot yang sopan dan kesatria.
Keempat, patuh dan suka bermusyawarah.
Kelima, rela menolong dan tabah. Kelima, rajin,
terampil dan gembira. Keenam, hemat cermat dan bersahaja. Ketujuh, disiplin,
berani dan setia. Kedelapan, bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Kesembilan, suci
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Nilai-nilai luhur itu sangat strategis untuk
membangun kebudayaan Nusantara secara jangka panjang dengan fokus pada
kedisiplinan. Semua itu bisa dilakukan dengan menguatkan pendidikan karakter
untuk memajukan kebudayaan Nusantara. Sebab, budaya manusia Nusantara itu disiplin, menghargai waktu, dan tidak bermental malas.
Penguatan
Pendidikan Pramuka
Gerakan
pramuka di lembaga sekolah disesuaikan dengan jenjang umur. Untuk pramuka siaga,
adalah mereka berumur 7-10 tahun. Pramuka penggalang mereka
berumur 11-15 tahun. Pramuka penegak mereka berusia 16-20 tahun. Melihat usia itu
jika dipetakan maka dari SD-SMA ada anggota pramuka siaga, penggalang, dan
penegak.
Dari pemetaan
ini, sangat strategis jika pendidikan pramuka dikuatkan untuk memajukan budaya
disiplin bagi generasi muda. Ada beberapa langkah strategis menguatkannya.
Pertama, sebagai ekstrakurikuler wajib, pramuka harus dipahami sebagai “kawah
candradimuka” untuk mencetak generasi Pancasilais, nasionalis, bhineka,
religius, dan berbudaya disiplin. Harus ada pola pikir “pramuka itu wajib” dan
tidak sekadar formalitas belaka. Sebab, lewat pramuka akan lahir tunas-tunas
penentu kemajuan Nusantara.
Kedua,
penguatan pendidikan karakter harus ditekankan pada tiga ruh pramuka. Mulai
dari Prinsip Dasar Kepramukaan, Tri Satya dan Dasa Dharma. Hal itu selaras
dengan Perpres No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Substansi PPK itu menjadi jalan terang membangun bangsa kuat dan berbudaya
melalui penguatan nilai-nilai agung. Mulai dari religius, jujur, toleran,
disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab.
Ketiga,
sebagai ekstrakurikuler, banyak pelajar masih kurang
interes dengan kegiatan pramuka. Sekolah harus membuat regulasi tegas agar semua
pelajar mengikutinya. Misalnya, dengan membuat "kemah kebudayaan" yang di dalamnya ada penekanan kedisiplinan. Keempat, integrasi nilai-nilai karakter pramuka dalam
pembelajaran. Sebab, pramuka adalah jalan ampuh mencetak kedisiplinan. Dalam
kegiatan baris-berbaris, misalnya, anak bandel dan pemalas, secara otomatis
akan disiplin dengan konsekuensi adanya hak-kewajiban serta hadiah-hukuman.
Kelima, perlu
sinergi antara sekolah, dinas pendidikan, LPMP, dan pemerintah dengan Koordinator
Gudep (Korgudep), Kwartir Ranting (Kwarran), Kwartir Cabang (Kwarcab), Kwartir
Daerah (Kwarda), Kwartir Nasional (Kwarnas) untuk mewujudkan program Gerakan
Nasional Revolusi Mental. Di dalamnya, ada penguatan budaya disiplin yang kini
dibutuhkan bangsa ini.
Keenam,
penguatan pendidikan pramuka juga harus dilakukan perguruan tinggi. Khususnya,
di jurusan PGSD/PGMI yang fokus mencetak calon guru kelas. Dalam praktiknya,
pramuka tidak sekadar menjadi mata kuliah wajib. Namun harus dikuatkan lewat
UKM pramuka dan pelatihan-pelatihan. Meski di kampus hanya mengantarkan
mahasiswa calon guru ikut Kursus Mahir Dasar (KMD), ke depan kampus harus
mendorong mahasiswa dan guru ikut Kursus Mahir Lanjut (KML), Kursus
Pelatih Dasar (KPD) bahkan Kursus Pelatih Lanjut (KPL).
Doktrin suci pramuka
adalah kedisiplinan. Semua itu bisa dibangun dan dimajukan lewat penguatan
pendidikan pramuka. Budaya disiplin dimulai dari perubahan cara berpikir dan
gerakan konsisten lewat pendidikan pramuka. Harus diingat, tidak ada bangsa besar tanpa kedisiplinan. Begitu. (hg)
Posting Komentar