Buku dengan judul “Takkan Mampu Bersandiwara” ini bercerita tentang
makna dari untaian kata yang begitu indah nan bijaknya dimana segala bentuk
yang kita alami di masa muda akan menjadi pelajaran emosi yang luar biasa.
Perasaan khawatir, cemas, takut, jatuh cinta, patah hati, penerimaan,
penolakan, dan segala bentuk rasa yang tidak dapat dijelaskan akan menjadi
sesuatu yang berharga.
Suatu hari kita akan mensyukuri rasa ini. Bahwa kita telah melewati
segala sesuatunya dengan baik. Memang bukan yang terbaik, masih ada kesalahan
yang diperbuat. Tapi, kita bersedia mengambil dan menerima pelajarannya.
Menjadikannya sebagai bekal sehingga tidak terjadi lagi kesalahan yang sama di
kemudian hari. Pada hari itu, kita bisa menata hati setenang samudera dalam.
Memandang setiap masalah dengan teduh, menyikapi dunia dengan sewajarnya.
Identitas Buku:
- Judul Buku : Takkan Mampu Bersandiwara
- Penulis : Roem Rowie
- Penerbit : Transmedia
- Tahun terbit: 2018
- Tebal : 184 halaman
- Harga Buka: Rp.66.000,-
Dengan adanya Tuhan sebagai zat yang kita percayai akan hadirnya dan
kita mintai tolong setiap ada rasa gundah melana diiringi oleh segenap harapan
dan beribu kebaikan kita menadahkan tangan, beradu mulut mencoba berdialog
dengannya hanya untuk memohon ampun dan meninta rezeki serta berucap syukur atas anugerahnya dan apa yang
diberi-Nya. Tuhan adalah pendengar yang baik, jika kamu tidak bisa mengucapkan
doa itu maka berbisik pun tak mengapa. Percayalah! Ia tidak akan memudarkan
harapanmu, hanya menggantinya dengan kebaikan lain yang lebih tepat.
Ada begitu banyak penganalogian dari makna hidup yang kesehariannya
sama ataupun hampir sama dengan apa yang kita pernah kita alami oleh pancaindra
serta kita perbuat baik sengaja maupun tak sengaja, banyak pengajaran makna
cinta, sayang, dan kasih pada umumnya yang kemudian meninggalkan jejak cinta
untuk diikuti di manapun, kapanpun, dan oleh siapapun.
Segala sesuatu punya waktunya masing-masing. Waktu untuk bebenah,
bersiap, bertumbuh, berkembang, dan terus menerus menjadi mengagumkan. Segala sesuatu
punya kesempatannya masing-masing. Perubahan kesempatan menjadi lebih baik,
kesempatan untuk mencoba dan terus-menerus menjadi mengagumkan. Inilah hidup.
Ada saatnya kita berjalan , ada saatnya kita pun harus berlari. Ada bahagis tapi
terkadang terselip kesedihan. Ada saatnya jatuh tapi kita harus bangkit. Ada
saatnya merasakan cinta tapi perlu hati-hati terhadap kecewa. Tapi, berharaplah
ketik lelah akan menjadi satu, kondisi dan rintangan yang ada bukanlah untuk
melemahkan. Semoga rintngan itu justru yang akan menguatkan, mengeratkan, dan
mendewasakan kita.
Semua adaah bagian dari rencana-Nya untuk kebaikan di hidupmu. Apakah
kamu masih ragu bahwa Tuhan selalu memiliki rahasia luar biasa? Tak ada yang
sulit bagi-Nya.
Bagian yang Menarik
-Kini, aku ingin menyebut
semua itu kebaikan dari semeta, dan Takdir Tuhan yang telah datang tepat sesuai
waktunya. (TMB, hal. 6)
-Sekeras apapun
perjuangan, sebanyak apapun waktu yang dikorbankan. Bila bukan dia orangnya
maka akan tetap ada yang pergi begitu saja. Entah dirimu atau dirinya yang
meninggalkan. (TMB, hal. 14)
-Pelangi kebahagiaan
adalah hadiah bagi mereka yang lulus. Mereka yang sering berdiam menanti akhir
yang indah. Terus bersabar meski sukar. (TMB,hal.97)
-Kelak yang akan menjadi
haru bahagia adalah ketika kita tahu bagaimana cara ia memperjuangkan kita
untuk menjadi tambatan terakhirnya. (hal.111)
-Jika suatu hari kamu
menemukanku masih selalu menuntutmu mementingkan aku, kamu selalu punya
dua pilihan untuk ingatkan aku dengan sabar atau temukanlah seeorang yang lebih
baik. (TMB, hal. 120)
-Karena yang berjarak
ialah raga, bukanlah hati tentunya. (TMB, hal. 174)
-Menikah bukan menjadi
tujuan hidup, tetapi menjadi jalan kita untuk beribadah bersama-sama menggapai
ridho-Nya. (TMB, 179)
Keunggulan
-Setelah membaca buku ini,
dapat membuat kita lebih jauh bersyukur tentang apa yang Tuhan anugerahkan dan
beri kepada kita.
-Buku ini memuat tulisan
yang dikemas dengan indah, sehingga membuat para pemabaca terkesima akan
untaian kata yang dirangkai dalam tiap kalimat pada tiap paragrafnya.
Intisari dari buku ini memberikan pengajaran tentang makna dari
harapan dan juga kebaikan akan cinta yang kita tuju kepada Tuhan maupun
makhluk-Nya.
-Cover yang begitu menarik
dengan sederhananya mampu memikat daya tarik orang yang melihat buku ini.
-Buku ini mudah dibawa
kemana-mana serta gaya bahasa yang digunakan pun mudah dimengerti oleh pembaca.
Kekurangan
-Melihat dari isi buku
ini, kalangan pembaca yang dianjurkan adalah remaja dan diatasnya. Untuk
anak-anak belum pantas karena penganalogiannya masih belum ternalar dalam otak
mereka.
-Penjelasan terkait pengajaran makna hanyalah
tentang rasa cinta, sayang, dan kasih.
-Hanya cocok sebagai buku bacaan bergenre
fiksi-romantis.
Manfaat
-Mampu meningkatkan nalar
dan kesadaran tentang pemaknaan hidup yang terkait rasa cinta, kasih, dan
sayang.
-Memberikan pengajaran
secara moral terkait makna cinta yang diperbuat oleh pancaindra manusia.
-Menghilangkan rasa
negatif tentang apa cinta yang mereka gundahkan biasanya. Kalimat yang begitu
menyentuh mampu membuat mereka belajar mengikhlaskan setiap kekecawaan yang mereka
rasakan.
Simpulan
Menurut saya, buku ini ialah jenis novel yang bergenre fiksi.
Dilihat dari keunggulannya, buku ini memiliki kertarikan terhadap kalangan
remaja karena pengajaran makna cinta yang sering menjadi topik hangat
pembicaraan mereka kemudian saat membaca buku ini menjadi lebih paham akan arti
mencinta dan kesedihannya.
Buku ini sangat bagus sebagai bacaan khususnya kepada mereka yang
sedang jatuh cinta ataupun patah hati karena akan diulas tentang makna dari
setiap bagiannya. Buku ini begitu menarik dari penyajian dan penyampaiannya.
Bagi teman-teman yang sedang bingung mau membaca tentang apa,
silahkan baca buku ini tak hanya untuk mereka remaja atau orang yang sedang
mencinta ataupun patah hati tetapi untuk kalangan umum yang dewasa pun cocok
karena pengajaran cinta disini yang dikumpulkan dikemas menjadi sebuah buku,
pengajaran ini tak hanya tentang cinta sesama manusia tetapi juga cinta kepada
Tuhan. (*)
Oleh Ammelia
Lisa Ariyanto
Penulis merupakan Mahasiswa Semester
4, Angkatan 2016, Prodi Sastra Indonesia, S1, Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Semarang.