![]() |
Hoax Slayer |
Oleh Firdaus Ahmadi
Redaktur Pelaksana Jurnal Sekolah Tinggi Teknologi
dan Sekolah Tinggi Keguruan Iimu Pendidikan Banten
Binatang selalu menggunakan instingnya (naluri)
untuk menjalankan hidupnya. Makan,
minum, menyalurkan kebutuhan biologisnya, bahkan membunuh, menggunakan insting
tanpa akal pikiran, bagi mereka semuanya halal, oleh sebab itu nanti di hari
kiamat, binatang tidak dikenakan hisab atau pertanggung jawaban atas semua perbuatannya di hadapan
penciptannya.
Beda dengan manusia, selain diberi insting juga diberikan otak atau pikiran dan hati
untuk berpikir, tentang baik atau buruk, halal atau haram, putih atau hitam dan
sebagainya. Insting manusia yang di kendalikan melalui otak dan hatinya jangan
dilepas sekehendaknya, nanti apa bedanya dengan binatang, karena akan merugikan
orang lain dan diri sendiri, karena memang ada naluri binatang di kehidupan
manusia, yang berbentuk hawa nafsu, yaitu nafsu kekuasaan, serakah, berhubungan seks, mengambil hak orang lain,
membunuh, menyakiti orang lain, dan lain – lain.
Hoax (berita bohong) adalah salah satu sifat naluri
kebinatangan manusia yang keberadaannya sangat merugikan orang lain, ia
dilahirkan dari ketidakperdulian manusia atas lingkungannya, baik pelakunya
menyadari atau tidak. Jawaban menyadari (secara langsung atau tidak) dengan
modusnya yang variatif seperti alasan dendam, menjalankan perintah (order) atau
hoax berbayar. Sedangkan jawaban tidak
tahu, itu lebih baik kalau pelakunya cepat menyadari dan meminta maaf, namun
jawaban tidak tahu disertai dengan usaha pembelaan diri dengan berbagai alasan,
maka biarkan hukum yang akan menyelesaikannya.
Alasan dendam lebih kearah sifatnya pribadi, yang
paling berbahaya adalah yang menjalankan perintah dan hoax yang berbayar,
karena mereka akan menggunakan segenap cara perencanaan, pengkoordiniran dan
sumberdaya untuk menjalankanya, seperti perekrutan karyawan, komputer, media
sosial dan lain – lain. Hingga kita melihat hasil kerja kebinatangan mereka;
ada fitnah, adu domba, kesalahpahaman, keributan, penghancuran nama baik
individu, keluarga, teman dan organisasi.
Jadi naluri binatang yang dilakukan hewan untuk
menjalankan hidupnya dibandingkan naluri binatang yang dilakukan manusia yang
juga untuk menjalankan hidupnya tanpa dikendalikan melalui otak dan hatinya
akan lebih merusak, bukan saja merusak
diri sendiri namun orang lain seperti keluarga, teman namun juga organisasi dan
bahkan sebuah negara.
Terkait upaya itu, pemerintah melalui Kominfo
memiliki tiga cara untuk menekan dari hulu hingga hilir. Proses tersebut
dinamakan Upstream, Midstream dan Downstream:
(1). Pada proses upstream atau hulu, ia menyebut ada
sekitar 90 siber kreasi yang terdiri dari pemerintah hingga Non-Government
Organization (NGO) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Corporate Social
Responsibility (CSR) dan artis dari Persatuan Film Indonesia (PARFI).
(2). Sedangkan untuk langkah midstream atau
menengah, terdapat proses pengedukasian melalui situs antihoax.id.
(3). Selanjutnya, untuk langkah downstream,
diserahkan kepada dua lembaga pemerintahan, yakni Kominfo dan Polri.
Tindakan - tindakan tersebut juga akan diimbangi
dengan penyesuaian di regulasi sehingga platform media sosial yang terbukti
terlibat penyebaran konten hoaks dan ujaran kebencian dikenakan sanksi denda
administratif. Peraturan Menkominfo tentang pengendalian konten hoax dan ujaran
kebencian di media sosial yang nantinya ingin diterbitkan berlandaskan ke
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Sistem dan
Transaksi Elektronik yang telah direvisi. (Sumber Berita :www.tribunnews.com
dan www.kominfo.go.id)
Iman seseorang naik dan turun, ketika iman sedang
turun, percayalah binatang yang menjadi penguasa.
Posting Komentar