Sosialisasi Buku Digital Kepada Siswa |
Oleh:
Nurchaili
Saat ini
kehidupan sebagian orang sudah tak terpisahkan dari smartphone (telepon pintar). Kesehariannya selalu melekat dengan
alat komunikasi di era digital ini. Smartphone menjadi kebutuhan pokok
selain sandang dan pangan. Bahkan ada yang rela mengurangi jatah makan demi
memiliki smartphone atau sekadar membeli pulsa agar tetap eksis di dunia
maya (online).
Kondisi ini
semakin menjauhkan budaya literasi (membaca dan menulis) dari masyarakat
Indonesia yang selama ini memang sudah dikenal lebih suka menonton atau mendengar dibandingkan membaca apalagi menulis. Padahal kemajuan suatu bangsa ditentukan
oleh kemampuan literasi masyarakatnya. Dalam Al-Qur’an, ayat pertama yang diturunkan
Allah Swt. juga memerintahkan kita untuk membaca (Iqra’), baik membaca
ayat-ayat yang tersurat dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi maupun ayat-ayat yang
tersirat di alam semesta.
Literasi
merupakan sarana untuk mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapat, baik
di bangku sekolah, rumah maupun lingkungan sekitar. Dalam Deklarasi Praha tahun 2003 disebutkan
juga literasi mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Di
abad informasi saat ini kemampuan literasi lebih dari sekadar membaca dan
menulis, namun mencakup keterampilan berpikir dalam menggunakan sumber-sumber
pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, auditori, dan digital (Sutrianto, dkk.,
2016). Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan
pengetahuan, bahasa, dan budaya.
Ismail, T. (2003)
mengungkapkan budaya membaca di kalangan pelajar Indonesia masih sangat rendah.
Kondisi ini terlihat dari perbandingan banyaknya buku yang wajib dibaca pelajar
Indonesia dengan negara lainnya. Pada masa penjajahan Belanda
misalnya, siswa AMS-B (setingkat SMA) diwajibkan membaca 15 judul karya sastra
per tahun, sedangkan siswa AMS-A membaca 25 karya sastra setahun. Siswa AMS
wajib membuat 1 karangan per minggu, 18 karangan per semester, atau 36 karangan
per tahun, sedangkan siswa SMA sekarang tidak diwajibkan membaca buku.
Di Amerika Serikat, siswa SMA diwajibkan membaca 32 judul karya sastra dalam setahun,
siswa Jepang 15 judul, Brunei Darussalam 7 judul, Singapura dan Malaysia 6
judul, serta Thailand 5 judul (www.wartakota.tribunnews.com).
Di tahun 2011, United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (Unesco) melansir hasil surveinya yang menunjukkan indeks
tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen, atau hanya ada seorang dari 1000 penduduk yang mau membaca buku secara serius. Rendahnya
minat baca juga bisa terdeteksi dari kurangnya jumlah buku baru yang terbit di
Indonesia. Data tahun 2014, buku yang terbit hanya lebih dari 30 ribu judul. Dibandingkan dengan
jumlah penduduk Indonesia yang kurang
lebih 250 juta jiwa, satu orang belum bisa
membaca satu buku. (www.cnnindonesia.com).
Berdasarkan
standar Unesco, idealnya satu orang membaca tujuh judul buku per tahun.
Berarti minat baca masyarakat Indonesia masih rendah dan jauh dari standar. Di era digital saat ini, menggiring generasi muda untuk berliterasi
secara ideal bukanlah perkerjaan yang mudah. Betapa tidak, budaya dengar,
tonton, hunting, posting, chatting, gaming, dan sebagainya dianggap lebih penting dan lebih populer daripada
budaya membaca dan menulis (Azwardi, 2016). Orang tua pun jarang ada yang membeli buku untuk anaknya, tapi sebaliknya
menjejali mereka dengan smartphone atau gadget.
Buku Digital
Buku Digital (Digital Book) atau dikenal juga dengan Electronic Book (E-book)
adalah sebuah bentuk buku yang dapat dibuka secara elektronis melalui komputer,
laptop atau smartphone. Buku digital adalah
publikasi yang dapat dirancang semenarik mungkin karena didalamnya dapat memuat
video, animasi, dan audio (suara) disamping teks dan gambar yang hanya dimiliki
buku konvensional. Buku Digital dapat disimpan di PC (Personal Computer), laptop, smartphone,
tablet, atau piranti elektronik yang secara khusus disediakan untuk menyimpan
dan membaca buku digital. Selain itu buku digital juga
bersifat ramah lingkungan dan mendukung gerakan paperless.
Format ePub kini menjadi salah satu format buku digital yang paling populer.
Fitur yang dimilikinya antara lain:
format terbuka dan gratis, terbaca di berbagai perangkat, tersedianya software
pembuat ePub, mendukung penggunaan video dan audio, Reflowable (word
wrap), tersedia pengaturan ukuran teks dan kemudahan lainnya. Salah satu
sumber buku digital dapat diperoleh melalui SEAMOLEC Appstore dengan mengakses
laman web http://seamarket.seamolec.org.
Buku digital memiliki berbagai fungsi,
antara lain: (a) sebagai salah satu alternatif media belajar; (b) berbeda
dengan buku cetak, buku digital dapat memuat konten multimedia di dalamnya
sehingga dapat menyajikan bahan ajar yang lebih menarik dan membuat pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan; (c) sebagai media berbagi informasi; (d) dibandingkan
dengan buku cetak, buku digital dapat disebarluaskan secara lebih mudah, baik
melalui media seperti website, kelas maya, email dan media digital lainnya; dan
(e) seseorang dapat dengan mudah menjadi pengarang serta penerbit dari buku
yang dibuatnya sendiri.
Budayakan Literasi
Jika ingin
memenangkan kompetisi global, seluruh masyarakat Indonesia harus melek
literasi. Pendidikan sebagai investasi masa depan generasi bangsa harus bisa
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Lembaga pendidikan harus
memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi dalam menyiapkan media
pembelajaran. Sekarang penggunaan internet dan smartphone sudah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk
pelajar dan mahasiswa.
Kehadiran internet dan smartphone adalah keniscayaan. Keduanya begitu fenomenal dan menjadi
kebutuhan hidup manusia di era digital. Dalam dunia pendidikan, penggunaan internet sebagai media pembelajaran bisa menjadi salah
satu solusi dalam mengatasi rendahnya kemampuan literasi peserta didik. Apalagi
saat ini sebagian besar sumber informasi konvensional (perpustakaan) belum mampu memenuhi dan memberi kepuasan bagi peserta
didik dalam mendapatkan informasi dan sumber pengetahuan. Buku-buku konvensional
juga belum tersedia dalam jumlah yang memadai dan terkadang membosankan bagi
peserta didik. Karenanya perpustakaan harus berinovasi dengan menyediakan
buku-buku digital yang dapat diakses penggunanya setiap saat tanpa terhalang
oleh ruang dan waktu.
Di samping itu guru yang bisa diposisikan sebagai kelompok Digital Immigrant keberadaannya sangat
penting bagi peserta didik. Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan peserta
didik agar belajar memanfaatkan internet dan smartphone ke arah yang lebih positif guna menunjang pembelajaran. Era digital hendaknya
memotivasi dunia pendidikan untuk berinovasi tanpa henti. Sekolah atau madrasah
tidak perlu anti terhadap peserta didik yang gandrung dengan internet dan smartphone-nya.
Sebaliknya, semua elemen pendidikan harus mampu memanfaatkan potensi internet
dan smartphone agar peserta didik
dapat memanfaatkannya untuk pembelajaran sekaigus meningkatkan kemampuan
literasinya. Budaya literasi harus ditumbuhkan, karena penguasaan literasi
dapat membuka cakrawala, memperluas wawasan, dan memahami dunia dalam lingkup
yang lebih luas.
Penutup
Buku
digital bisa menjadi salah satu solusi dalam menumbuhkan budaya literasi. Dengan
berbagai keunggulan dan daya tarik yang dimilikinya diharapkan mampu
menumbuhkan minat baca masyarakat. Dengan tumbuhnya
budaya literasi, masyarakat Indonesia
akan bergerak menuju masyarakat belajar (learning
society) sehingga terwujudlah bangsa yang cerdas (educated nation) sesuai dengan amanat UUD 1945.
Penulis adalah Guru MAN 4 Aceh Besar/mentor Training Online Buku Digital Bacth 2 SEAMEO-SEAMOLEC. Nurchaili dilahirkan di Banda Aceh, Provinsi
Aceh, pada tanggal 17 Mei 1971 dari pasangan (Alm) Muhammad Amin, SH dan (Almh)
Tjut Meurah Asiah. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 11 Banda Aceh
pada tahun 1984 dan SMP pada tahun 1987 di SMP Negeri 1 Banda Aceh. Selanjutnya
pada tahun yang sama putri ke tiga dari tujuh bersaudara ini melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Banda Aceh. Namun ia menamatkannya di SMA Negeri 5
Banda Aceh (sekarang SMA Negeri 4 “DKI Jakarta”) setelah sebelumnya juga sempat
menjalani studi di SMA Negeri 6 Pekanbaru, Provinsi Riau.
Pada
tahun 1990 selepas dari menyelesaikan pendidikan tingkat SMA, diterima di
Jurusan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah
Kuala, Darussalam Banda Aceh dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada
tahun 1995 dengan yudisium Cum Laude (IPK: 3,88/4,00). Pada tahun 2004,
setelah mengikuti seleksi yang ketat dan jujur (dalam program Bagimu Aceh, Budi
Luhur Peduli), ia terpilih sebagai salah seorang penerima beasiswa dari Yayasan
Pendidikan Budi Luhur Jakarta untuk melanjutkan studi di Program Studi Magister
Ilmu Komputer, Universitas Budi Luhur Jakarta. Ia menyelesaikan studi
magisternya pada tahun 2006 dengan yudisium Cum Laude (IPK: 3,89/4,00)
dan menjadi Wisudawan Terbaik Program Studi Magister Ilmu Komputer periode
Oktober 2006.
Berbagai
prestasi pernah diraihnya, antara lain: Siswa Teladan SLTP tingkat Nasional,
Mahasiswa Berprestasi Unsyiah, Juara LKTI tingkat Nasional, Tanda Kehormatan
Satyalancana Karya Satya 10 Tahun dari Presiden RI, Terbaik Pertama “PKS Award
2008” Anugerah Untuk Guru, Juara I Pemilihan Guru Madrasah Teladan Tingkat
Nasional Tahun 2008, Tahun 2010 memperoleh penghargaan dari Mendiknas sebagai
salah seorang pemenang Lomba Menulis Artikel Pendidikan Tingkat Nasional, Juara
III Guru SMA/MA Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2014, memperoleh penghargaan
dari Gubernur Aceh sebagai guru berprestasi tingkat nasional dalam rangka
Hardikda ke-55, Peserta Studi Banding Pendidikan ke Perancis Tahun 2015 bagi
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Berprestasi, dan Pemenang Karya Tulis
Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Tingkat Nasional Tahun 2015.
Kegemarannya
dalam dunia tulis menulis telah terpupuk sejak di Sekolah Dasar hingga
sekarang. Berbagai penghargaan dibidang ini pernah diraihnya dan beberapa
tulisannya telah dipublikasikan di berbagai media baik lokal maupun
nasional.
Sebagai
salah seorang Guru Pamong Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) FKIP Unsyiah
dan Sekretaris Umum Ikatan Alumni Pendidikan Kimia (Ikapenmia) Provinsi Aceh
Periode 2008-2011, ia selalu aktif mengikuti berbagai kegiatan pendidikan dan
pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya baik di dalam maupun luar negeri,
diantaranya mengikuti kursus ”SS-0607 : Making Sense of Secondary Science
Cooperatively” di Southeast Asian
Ministers of Education Organisation (SEAMEO)–Regional Centre for Education in Science and Mathematics (RECSAM),
Penang, Malaysia pada tahun 2003 dan pada tahun yang sama menjadi delegasi
Indonesia dalam kegiatan ”World
Conference on Science and Technology Education” yang diselenggarakan oleh International Council of Associations for
Science Education (ICASE) serta mengikuti workshop pasca konferensi ICASE
dengan topik ”Amazing Science and
Mathematics Activities” dan “Widening
Children’s Perceptions of Science and Technology” di Hotel Equatorial
Penang, Malaysia. Ia juga menjadi pembicara di beberapa seminar dan workshop
yang berkenaan dengan pendidikan.
Posting Komentar