Oleh Lilik Puji Rahayu, S.Pd., M.Pd.
Ruang kelas sekolah hari ini tak
ubahnya menjadi ekspo elektronik. Ruang kelas semakin berjubel dengan peralatan
meja, kursi,AC, kipas angin, LCD, speker aktif, dan kabel-kabel
bersliweran. Walaupun tidak semuanya, itulah sedikit kritik atas gambaran
dinamika ruang kelas yang ada di sekolah saat ini. Semua diatur sedemikian rupa
dengan kendali struktur yang ada.
Sepoi angin melambai-lambai dan
hamparan sejuk taman sekolah tak lagi dijangkau oleh sejauh mata memandang.
Memang terasa dingin suhunya saat listrik tidak oglangan, tetapi
ketika listrik padam, semua berubah. Ruang kelas seakan pabrik yang mengepulkan
asap panas. Panas, panas, dan panas. Sungguh ironis, pembelajaran desain ruang
kelas masa lalu pun hanyut seiring kebijakan anggaran yang memihak teknologi,
namun jauh dari sentuhan alam dan sosial.
Peran seorang guru pun pada sisi
ini menjadi penting. Menghidupkan kembali suasana kelas yang ramah anak, yang
sarat akan teknologi tapi tidak kaku saat teknologi mati. Aktivitas belajar
tetap berjalan dengan menyenangkan meski tanpa AC, tanpa kipas angin, tanpa LCD
dll. Karena selain mengasah kemampuan mengajar, guru sebagai pengajar sekaligus
pendidik di sekolah pun perlu tahu bagaimana pola pengajaran yang tepat
diberikan kepada peserta didiknya.
Dan bukan hanya soal pengetahuan,
belakangan seiring perkembangan zaman, metode pembelajaran mengalami
perkembangan yang cukup dinamis. Saat kita bicara bahwa kita percaya
kemerdekaan guru dan kemerdekaan belajar siswa, maka akan bersinggungan dengan
banyak hal. Salah satunya kemerdekaan dalam proses belajar. Jika tujuannya agar
anak mampu mengerjakan soal ujian, kita cukup mengajarkan cara menjawab
soal-soal ujian dengan benar. Jika tujuannya agar anak mampu mempelajari dan
menjawab tantangan hidup, selaku pendidik kita perlu mengajarkan murid untuk
merdeka belajar.
Proses
belajar yang bermakna mensyaratkan kemerdekaan guru dan murid dalam menentukan
tujuan dan cara belajar yang efektif. Guru merdeka menemukan paduan yang pas
antara tuntutan kurikulum, kebutuhan murid, dan situasi lokal. Murid merdeka
menetapkan tujuan belajar bermakna, memilih cara belajar yang efektif, dan
terbuka melakukan refleksi bersama guru.
Proses belajar yang menyenangkan
dan bermakna hendaknya tidak memberikan sekat antara ruang kelas dengan
realitas. Menyatukan keduanya dalam skenario pembelajaran dan kehidupan yang
menarik. Jangan jadikan ruang kelas hanya menjadi objek penataan meja kursi dan
seperangkat elekronik. Desain ruang kelas sudah saatnya dikembalikan pada sang pemilik
kelas yakni guru dan siswa.
Siswa dan guru harus sama-sama
belajar. Ruang kelas yang sebenarnya adalah kenyataan yang ada. Jadikan ruang
kelas menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Jadikan setiap sudut ruang kelas
menjadi media dan sumber belajar bagi siswa. Membawa alam semesta ke dalam
ruang kelas bukanlah tak mungkin. Dibutuhkan kreatifitas guru dalam mewujudkan
semua itu. Jadikan ruang kelas, menjadi udara sejuk nan asri. Jadikan ruang
kelas menjadi air mengalir yang menghidupkan. Jadikan ruang kelas menjadi tanah
yang subur, dan jadikan ruang kelas, menjadi cahaya penerang dengan pengalaman
belajar, pengalaman mencoba, pengalaman menulis, pengalaman bercerita,
pengalaman bermain peran, pengalaman berkomunikasi, pengalaman bersosial dan penggalian berbagai ilmu.
Kemerdekaan
siswa dan guru
Guru berperan penting dalam
pendidikan, namun tuntutan akan besarnya peran atau secara spesifik tingginya
kompetensi tidak akan tercapai saat guru tidak memiliki hal yang asasi:
kemerdekaan. Kemerdekaan guru dalam jangka panjang berperan sentral untuk menumbuhkan
kemerdekaan belajar siswa.
Lalu bagaimana cara guru menghidupkan
kemerdekaan dalam kelas. Kemerdekaan bagi guru dalam mengelola pembelajaran dan
kemerdekaan belajar bagi siswa?
Pertama,
tersedia
fasilitas dan prasarana yang membangkitkan semangat berkarya dan berimajinasi
bagi anak. Seperti membuat pohon literasi di sudut kelas yang didisi dengan
gantungan kaleng-kaleng bekas berisi karya-karya siswa baik secara individu
ataupun kelompok. Bisa juga dengan membuat sudut baca yang menyediakan
buku-buku bacaan anak. Sehingga setiap harinya anak-anak diajak membaca. Atau
dengan memilih salah satu buku bacaan berurutan setiap harinya, lalu semua
siswa mendengarkan bacaan yang dibacakan oleh guru atau salah satu siswa dengan
suasana yang santai siswa duduk di lantai melingkar. Kegiatan demikian cukup
efektif untuk menghilangkan kejenuhan belajar.
Kedua, siswa diberi kebebasan untuk bergerak di ruang kelas, bebas menyampaikan
pendapat
mereka dan tidak ada pengelompokan atas dasar tingkat kecerdasan. Karena pada
dasarnya semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Tinggal tugas guru untuk
mengarahkan dan membimbing dengan sabar dan terbuka.
Ketiga, membiasakan siswa menulis buku harian atau diary. Aktivitas ini dilakukan setiap harinya setelah pembelajaran
berakhir atau jelang jam pelajaran terakhir usai. Biarkan anak-anak menuliskan
rasa suka dukanya di hari itu. Cara ini sangat efektif membantu guru memahami
masing-masing kepribadian siswa, terlebih bagi siswa introvert yang terkenal
dengan sikap pendiamnya. Setelah siswa pulang, guru membaca satu per satu
tulisan siswa. Dari membaca tulisan siswa, guru bisa melakukan refleksi dari
cara pengajarannya hari ini. Apa yang dituliskan oleh siswa menjadi tindak
lanjut guru di pertemuan berikutnya. Permasalaan-permasalahan yang ada pada
diri siswa, guru bisa membantunya. Setidaknya dengan menulis isi hatinya lewat diary, siswa pulang sekolah dalam
keadaan tidak membawa beban psikisnya.
Keempat, menciptakan suasana kelas yang penuh kasih sayang, hangat,
hormat dan terbuka, artinya guru
bersedia mendengarkan keluhan peserta didik dengan aman dan mampu menjaga rahasia
siswa. Kelima, jika ditemukan masalah pada siswa dengan siswa, guru
menangani masalah tersebut dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan
siswa yang bersangkutan tanpa melibatkan pihak lain.
Guru tidak perlu menjadi figur
yang serba ahli, selama dia merdeka dengan mempraktikkan segala apa yang dia
pelajari dan belajar dari banyak kegagalan sebelum akhirnya meraih kemerdekaan sesungguhnya
di dalam kelas bersama siswa. Karena kemerdekaan milik kita bersama, guru dan
siswa.
-Penulis adalah Guru SD Supriyadi
Semarang.
Posting Komentar